Bulan Juni, sebuah periode yang istimewa dan dinantikan oleh banyak orang. Bagi saya, bulan ini memiliki arti yang mendalam karena pada bulan Juni saya dilahirkan ke dunia ini. Namun, pada tahun ini, Bulan Juni memiliki makna khusus yang perayaan kelahiran pribadi saya. Saya merencanakan sebuah perjalanan ziarah yang penuh kerinduan ke makam salah satu sosok yang memiliki pengaruh besar dalam dunia sastra Indonesia, yaitu Pak Sapardi Djoko Damono.
Pak Sapardi, seorang maestro sastra yang karyanya telah menghiasi dunia sastra Indonesia selama beberapa dekade. Ia dikenal sebagai salah satu penyair terkemuka yang mampu menangkap keindahan dan kompleksitas kehidupan dalam bait-bait puisi yang penuh makna. Karya-karya Pak Sapardi telah menjadi inspirasi bagi banyak penikmat sastra di Tanah Air, dan bahkan menarik perhatian di kancah internasional.
Namun, pada sebuah hari yang kelam di bulan Juli beberapa tahun yang lalu, Pak Sapardi meninggalkan kita untuk selamanya. Perjalanan hidupnya yang penuh kesederhanaan dan kepekaan emosionalnya telah meninggalkan jejak yang tak terlupakan dalam dunia sastra. Untuk mengenangnya, para keluarga, kerabat, para penggemar mengadakan do'a bersama di makamnya pada peringatan 1000 hari kepergiannya.
Di bawah sinar matahari yang hangat bulan Juni, langkah saya menuju makam eyang penuh dengan perasaan haru dan rasa rindu. Saya melangkah perlahan di antara barisan batu nisan yang terhampar rapi. Di sana, ribuan bunga diletakkan sebagai ungkapan kasih yang tak terhingga. Saat saya tiba di makam beliau, disana sudah ada keluarga, kerabat, para penggemar. Saya merasakan kehadiran Pak Sapardi yang tetap hidup di antara kita.
Saat saya duduk di samping makamnya, memandangi batu nisan yang bertuliskan nama beliau, saya teringat pesan-pesan bijak yang beliau sampaikan melalui kata-katanya. Puisi-puisinya menari di kepala saya, mengalir seperti sungai yang tak pernah berhenti. Setiap kata menghantarkan makna yang dalam, merangkul perasaan dan pikiran dengan lembut.
Sambil duduk di dekat makam beliau, saya merenungkan tentang betapa berharganya kesempatan ini. Ziarah ini bukan hanya mengenang seorang penulis besar, tetapi juga mengajarkan kita tentang keabadian. Karya-karya yang abadi melebihi batas waktu dan menjembatani jarak antara masa lalu, kini, dan masa depan. Melalui tulisannya, Pak Sapardi telah membuktikan bahwa cinta, kehidupan, dan keindahan tak pernah mati.
Di sana, saya bertemu dengan Ibu Sonya Sondakh, istri dari Pak Sapardi. Ia menyambut semua orang dengan ramah, sambil tetap memancarkan kecantikan dan kebaikan hatinya. Dalam percakapan dengan Ibu Sonya, ia berbagi cerita tentang kesederhanaan yang menjadi salah satu ciri khas Pak Sapardi.
Kesederhanaan Pak Sapardi juga tercermin dalam gaya hidupnya. Ia tidak terlalu memperhatikan kemewahan atau kepentingan material. Beliau lebih menghargai kehidupan sehari-hari yang penuh dengan keindahan sederhana. Ia menikmati waktu bersama keluarga, berjalan-jalan di alam, atau duduk sendiri menikmati secangkir kopi, sambil merenung dan menulis.
Dalam bulan Juni yang penuh kenangan ini, saya berharap agar semangat dan warisan Pak Sapardi terus hidup dan berkembang. Saya berharap agar setiap jiwa yang terkena keajaiban kata-katanya dapat menyebarkan pesan-pesan inspiratif tersebut ke seluruh penjuru dunia.
Pak Sapardi Djoko Damono dan bulan Juni akan selalu menjadi ikon kebijaksanaan dan keindahan kata-kata. Dalam ziarah ini, kita mengenang sosok yang telah memberikan sumbangsih besar bagi sastra Indonesia, tetapi juga memberi teladan tentang kekuatan kata-kata dalam merayakan kehidupan. Semoga semangat beliau terus menerangi langit sastra kita, dan semoga kita semua dapat merangkul pesan-pesan inspiratif beliau dalam setiap perjalanan hidup kita.
Semoga Pak Sapardi Djoko Damono mendapatkan ketenangan abadi di alam keabadian. Semangat, warisan, dan kebijaksanaannya akan terus hidup. Melalui karya-karyanya, ia akan terus dirindukan dan dikenang sebagai salah satu sosok besar dalam dunia sastra Indonesia. Semoga jiwa Pak Sapardi senantiasa merasakan kedamaian dan cinta yang tak terbatas di sana, di tengah keindahan yang abadi.
Bogor, 22 Juni 2023
Comments
Post a Comment